Beberapa tahun yang lalu saat saya masih bekeja di bank syariah, tiap hari senin diadakan kajian tafsir Al Quran pada jam istirahat di mushola Bank Syariah milik pemerintah yang mewah di Kota Bandung. Hari senin dipilih dengan harapan para karyawan yang shaum sunnah hari senin menghabiskan waktu istirahatnya di mushola dan mengikuti kajian tafsir Al Quran yang di asuh oleh DR Abdurahman, seorang ulama senior kharismatik di Bandung, semoga Allah senantiasa merahmati beliau.
Dalam satu kesempatan kajian, di mushola tampak sepi, hanya ada DR Abdurahman dan saya, sedangkan teman-teman lain lebih memilih menghasikan waktu istirahat di kantin, rumah makan atau di depan layar monitor browsing internet, wallahualam.
Dalam kesempatan yang sepi tersebut, DR Abdurahman mengajukan pertanyaan yang sangat menarik kepada saya.
DR Abdurahman:
“Pak Budi, apa yang ada di benak bapak sebagai seorang bankir dengan firman Allah “Aqimisholah?” (Dirikanlah Shalat)
Saya:
“Perintah mengerjakan shalat sebagai kewajiban seorang sebagai rukun Islam yang ke dua”
“Dirikan shalat bukan kerjakan shalat sebagai sarana mendekatkan diri khusuk kepada sang pencipta”
“Melaksanakan kewajiban shalat untuk menghidari perbuatan keji dan mungkar”
“Melaksanakan kewajiban shalat sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah maha pemberi rizki”
“Amalan utama dan pertama yang akan di hisab oleh Allah saat di yaumil hisab kelak”
Apa lagi yah? Fikiran saya mencoba menerawang mencari jawaban lebih intelek sebagai seorang ekonom dan bankir, melihat DR Abdurahman terus berkata“Ada jawaban lain lagi?” beliau terlihat kurang puas dengan jawaban saya, walau hanya senyam-senyum saja reaksinya.
“Mohon petunjuk dari ustaz” jawaban tanda menyerah saya.
DR Abdurahman:
Pak Budi tidak salah, tapi kami dan para ulama yang salah mengajarkan tafsir Al Quran, sehingga contoh jawaban tafsir tentang perintah Aqimisholah tadi menggambarkan pemahaman muslim secara kesuluruhan yang menjadikan ummat Islam jauh tertingal dari ummat lain di bidang ekonomi walau mereka tidak mengIMANi Al Quran, tapi mereka menafsirkan jauh lebih luas dari pada kaum muslim pada umumnya”
Tambah bingung saya, maksudnya ustaz?
DR Abdurahman:
“Kita muslim menafsirkan perintah dirikanlah Shalat sebatas rukun Islam, kewajiban ibadah, tanda bersyukur, sarana mendekatkan diri atau doa dengan Allah dan pemahaman standard lainnya.”
“Beda dengan non muslim yang menafsirkan Aqimisholah dengan membangun industry kain, pakaian muslim, sarung, sajadah, mukena bahkan lebih jauh industry keramik, sanitary alat wudlu yang banyak digunakan untuk membangun mesjid dan mushola dan bisnis lainya terkait kebutuhan shalat. Coba lihat pasar di Mekkah dan Madinah tempat lahir agama Islam, barang-barang kebutuhan shalat didominasi produk buatan non muslim, wajar pada umumnya ummat muslim tertinggal jauh kesejahteraan ekonomi di dunia modern saat ini”
Terhenyak saya mendengar penjelasan tafsir yang seumur hidup baru saya dengar dari seorang ustaz sepuh yang internet saja mungkin tidak familier, beda dengan kita yang sangat modern dan internet minded, tapi soal penafsiran modern Al Quran jauh tertinggal dari orang tua yang bijaksana tersebut.
Saya menerawang jauh “Kalau saja muslim berfikir konfrehensif selain sebatas ibadah mahdoh, juga ekonomi dan bisnis seperti perintah shalat tersebut karena banyak sekali ayat-ayat Allah lain yang bahkan berhubungan langsung dengan urusan ekonomi dan bisnis, niscaya muslim akan menguasai dunia, karena muslim dilahirkan sebagai khoiru ummah yaitu ummat terbaik yang dilahirkan untuk menjadi Khalifah fil ard/pengelola alam semesta.
Muslim niscaya tidak akan tertinggal jauh seperti sekarang ini, kita muslim masih terkungkung dengan tradisi dan budaya lama yang tidak menggambarkan semangat Al Quran yang universal dan tak lekang dengan modernisasi zaman”
Bismillah saatnya berubah untuk menjadi Ummat terbaik Khalifah fiil adr penguasa dunia…..
No comments:
Post a Comment